Profil dr. P.Y. Kusuma SpOG

Profil dr. P.Y. Kusuma SpOG

(dewan Penasehat ISKA basis Surabaya)

dr. PY Kusuma Sp.OG

Masih tampak energik di usianya yang sudah enam puluh delapan tahun, dr. Paulus Yusuf Kusuma Tirtahusada SpOG (K), yang akrab dipanggil dengan sebutan dr. Kusuma, akhirnya berkenan menerima penulis di rumahnya tanggal 21 April tepat pk. 20.15 setelah praktek selesai. Perjanjian untuk wawancara ini sebelumnya mengalami penundaan sampai empat kali karena beberapa kali ada halangan, akhirnya terlaksana juga malam ini. Banyak sekali hal-hal menarik yang ingin penulis bagikan kepada pembaca, dari dr. P.Y. Kusuma ini.

Sosok yang tidak asing lagi dimata umat pembaharuan Karismatik Katolik khususnya di Surabaya, karena sudah bertahun-tahun bergerak di bidang Karismatik Katolik. Beliau menjabat sebagai Penasehat di BPK PKK Surabaya, sekaligus sebagai Ketua Paguyuban Pewarta.
Menarik untuk disimak kiprahnya yang luar biasa di banyak bidang selain bidang kerohanian, juga bidang profesi, pantas menjadi panutan bagi siapapun bahwa; kemauan keras, semangat pantang menyerah, mau tahu dalam banyak hal, mengabdi sesama, dan tidak melakukan sesuatu dengan setengah-setengah, pada akhirrnya membawa beliau dapat mencapai keberhasilan yang optimal. Dan dasar dari semua kegiatannya bersumber dan bergantung kepada kehendak Allah, yang dikomunikasikan melalui doa, setiap kali beliau akan “melangkah”.

” Saya suka semua yang berasal dari alam”

Memasuki halaman rumah tinggalnya, banyak tanaman dan bunga-bunga yang asri memenuhi pagar, halaman, dan ruang di belakang rumahnya. Tidak kurang dari 120 macam jenis tanaman ada disitu. Juga batu-batuan “antik” tertata rapi, seakan-akan menjadi pot dari tanaman-tanaman yang memenuhi pagar dan halaman. Masuk ke dalam ruang tamu, indah dan asri sekali tatanannya. Banyak vas bunga besar disana-sini, perabotan yang serba ukiran membuat suasana ruang tamu menjadi “agung.” Aneka bebatuan juga memenuhi setiap sudut ruangan, lukisan, gambar, patung; Yesus, Bunda Maria, Perjamuan terakhir, menambah kesan “berwibawa” atau berkharisma. Sejauh mata memandang memang keasrian yang terpancar di ruang tamu ini; tanaman, vas bunga, bebatuan, di halaman belakang juga ada kolam ikan, semuanya dari alam, ternyata dr. P.Y. Kusuma memang menyukai segala sesuatu yang berasal dari alam.

Ingin masuk Seminari

Pria kelahiran Surabaya tanggal 26 Juli 1941 ini bukan dari keluarga Katolik. Orangtuanya penganut agama Kristen (GKI). Semasa kecilnya sering mengikuti kegiatan kebaktian Gereja Kristen Pantekosta, karena rumahnya dipakai sebagai tempat kebaktian Gereja Pantekosta. Di Gereja itu tidak ada baptisan anak, sehingga dr. P.Y Kusuma masih belum menganut agama apapun sampai menginjak pendidikan SMA ( sekarang SMU) di Jakarta, yang menjadi titk tolak pertumbuhan iman Katolik di dalam dirinya.

Di Jakarta, dia tinggal dirumah Pakdenya yang saat itu sedang mengikuti pendidikan jarak jauh di Cambridge University. Materi dan bahan ujian dikirim dan diterima via kedutaan besar Inggris di Jakarta, kalau sedang menjalani ujian, maka selalu ada seorang Pastor yang menunggui dia mengerjakan soal-soal ujian di konsulat Inggris di Bandung. Pakdenya masih lajang meski usianya sudah cukup untuk menikah, tidak beragama apapun, tetapi memiliki prinsip hidup “benar” dihadapan Sang Pencipta. Seringkali pula Pastor yang datang kerumahnya mengajaknya berdiskusi, berdebat, tentang banyak hal , dan seringkali P.Y. Kusuma “menguping”.

Terinspirasi oleh sosok Pastor yang sering datang kerumah, dan sikap hidup Pakdenya yang baik dan benar dimatanya, P.Y. Kusuma pernah berniat untuk masuk ke Seminari pada waktu itu.

“Ini calon isterimu”

Memasuki pendidikan di perguruan Tinngi, dr. P.Y. Kusuma memilih Jogja, Universitas Gajah Mada Jogjakarta Fakultas Kedokteran menjadi pilihannya meskipun hatinya masih terus bercabang, memilih Seminari atau tetap di kedokteran. Kebimbangan ini berlangsung sampai tahun ke dua perkuliahan.

Sampai suatu hari, ketika sedang mencari tempat kos, dia dikenalkan dengan anak dari ibu kos. Pada saat itu dia mendengar suara di hatinya ” ini calon isterimu.” Belakangan setelah menggumuli pembaharuan Kharismatik dia mengerti bahwa suara itu merupakan “karunia hikmat,” yang semakin sering dialami dalam perjalanan imannya selanjutnya, sampai saat ini. Perkenalan itu hanya berlangsung selama enam bulan lamanya, tetapi cukup berarti karena mulai saat itu dia memutuskan untuk terus di kedokteran dan tidak ke Seminari, hatinya tidak bercabang lagi.

Pindah ke Fak. Kedokteran UNAIR

Sistim pendidikan di UGM yang masih “feodal” saat itu, mengakibatkan tingkat kelulusan menjadi kecil/sulit dan lama waktunya. Pada waktu yang bersamaan, UNAIR membuka pintu menerima pindahan mahasiswa Fakultas Kedokteran dari Universitas lain. Pada waktu itu F.K. Unair menjalin kerjasama dengan California University, yang menganut sistim study terpimpin. Kepala dan Dosen banyak dari California, sistim pendidikan yang lebih cepat karena setiap tahun naik, membuat dr. P.Y Kusuma mengambil keputusan pindah ke Surabaya. Dan benar, pendidikan di UNAIR diselesaikan tepat waktu sebagai dokter umum; lima tahun pendidikan ditambah dua tahun magang, maka pada tahun 1967 gelar Dokter Umum sudah disandangnya.

Rumah Sakit keliling

Selanjutnya penempatan yang dipilih adalah kota Pacitan di Kawedanan Lorok, di Rumah Sakit pembantu sebagai dokter Kawedanan saat itu. Di daerah yang belum “tergarap”, belum ada gedung Rumah Sakit, area yang luas dan letak desa yang terpencar di daerah pegunungan, menuntut kerja keras, kesabaran dan pintar. Setiap minggu ada hari-hari “tourne” ke desa-desa mengunjungi orang sakit di pos kesehatan secara bergilir.

Saat itu sistim pengairan di daerah itu tidak merata karena belum ada sumur, beliau melakukan survey, menggali lokasi yang kemungkinan ada sumber airnya. Maka ditemukan banyak sumber-sumber air tidak sampai kedalaman sepuluh meter. Kemudian digerakkanlah para pejabat desa untuk melakukan hal sama, maka akhirnya banyak sumur tergali di daerah yang dulunya gersang dan tandus itu.

Tahun 1970 tugas di kawedana Lorok berakhir, dr. Kusuma mendapat tugas sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kab. Pacitan (dokabu). Suatu ketika, tim dokter spesialis dari Unair merujuk pelayanan ke kab. Pacitan secara berkala, termasuk tim dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi. Saat itulah dr. Kusuma mendapat penawaran untuk melanjutkan pendidikan spesialisasi. Tetapi tugas sebagai dokabu di Pacitan lebih menarik, maka tawaran tersebut diabaikan karena belum berminat. Akhirnya Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jatim yang memutuskan, sehingga dr. Kusuma mengikuti pendidikan spesialisasi Obstetri dan Ginekologi di FK Unair.

Pada tahun 1979 tugas sebagai dokabu berakhir, namun kenangan indah selama sembilan tahun di “bumi” Pacitan tidak akan pernah terlupakan; alam yang indah dan enak dinikmati, program kesehatan yang berjalan lancar, kerjasama yang baik dengan para pejabat mulai dari desa sampai pejabat kabupaten, serta penduduk yang membuatnya “kerasan”. Meskipun ada juga cerita lain tentang “kuasa gelap” yang pernah menyerang dr. Kusuma sebanyak tujuh kali tanpa diketahui penyebabnya, tidak mampu melukainya karena kuasa dari salib Yesus. Selesai pendidikan spesialisasi, dr. Kusuma langsung diminta pindah menjadi staff pengajar di F.K. Unair ? RSUD Dr. Sutomo, sampai pensiun pada tahun 2001, tahun 2003 mendapat sertifikat sebagai konsultan Obginsos.

Batu-batu hias yang indah

Ada pengalaman menarik saat bertugas di Pacitan. Kota yang bagi banyak orang dinilai sebagai daerah yang gersang, tidak menarik, bagi dr. Kusuma justru menyimpan banyak hal yang menarik. Diantaranya anggrek hutan (spesies), bahan tambang batu-batu hias, khususnya golongan kwarsa atau yang lebih dikenal dengan nama batu akik. Keadaan itu mendorongnya untuk mempelajari sifat-sifat batu permata dan mengoleksinya. Saat itulah beliau mengetahui bahwa batu permata dinilai berdasarkan derajat kekerasannya yang dinyatakan dengan istilah MOS (misalnya MOS 10 Ruby/Mirah, Safir, MOS 9 Corundum dst.), juga warna, kilauan, keindahan dan kelangkaannya, juga derajad tembus sinar dan corak serta gambar yang muncul setelah batu digosok, sangat bervariasi sehingga tidak pernah membosankan. Terlebih lagi kalau mendapatkan yang betul-betul indah dan langka.

Ditemukan juga oleh dr. Kusuma bahwa di salah satu bukit Pacitan ada peninggalan pra sejarah yaitu Bengkel Pacitan, yaitu tempat pemrosesan bebatuan pada jaman kuno, karena penumpukan sisa potongan batu-batu an, tempat itu menjadi sebuah bukit.

Sambil menunjukkan begitu banyak koleksi bebatuannya, baik yang sudah jadi dan siap dipasarkan, yang setengah jadi, sampai ke yang masih tampak batu biasa. Ketika penulis bertanya apa nilai yang menentukan sebuah batu lebih berharga daripada lainnya, dr. Kusuma menjawab tergantung ke-unikannya, sambil mengajak penulis memasuki ruang kerjanya yang penuh dengan segala bentuk dan jenis bebatuan, juga buku-buku ( sebagian tulisan beliau yang sudah dan belum dicetak), dan “alat-alat pra sejarah.” Beliau dapat memproses sendiri batu- batu itu untuk perhiasan sebenarnya, tetapi karena kesibukan sehari-hari yang sudah demikian padat beliau tidak ada waktu lagi untuk melakukannya.

(publikasi thn 2009)

About iskasurabaya09

social blog
This entry was posted in ARTIKEL and tagged , , . Bookmark the permalink.

1 Response to Profil dr. P.Y. Kusuma SpOG

  1. rinus.pantouw says:

    Selamat kepada dr PY Kusuma,SpOG.

    Semoga terus berkarya di ladang Tuhan dengan penuh semangat dan kreatif.

    Syalom

Leave a comment